Header Ads

Kembali ke Akar Tradisi: Memahami Makna Idulfitri yang Sejati

Oleh: Galang Jalaludin

(Ketua Umum HMI Komisariat FITK Walisongo, mahasiswa International Class Program (ICP) jurusan Pendididikan Agama Islam UIN Walisongo Semarang)

Idulfitri, atau yang juga dikenal sebagai Lebaran, merupakan momen yang sangat istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Setelah sebulan penuh berpuasa, umat Muslim merayakan kemenangan atas diri mereka sendiri melalui Idulfitri. Namun, di balik keramaian dan kegembiraan dalam merayakan Idulfitri, seringkali makna sejati dari perayaan ini terabaikan. Idulfitri seharusnya tidak hanya sekedar tentang berdandan indah, bermaaf-maafan, atau berkumpul bersama keluarga. Lebih dari itu, Idulfitri seharusnya mengajarkan kita untuk kembali ke akar tradisi, mengenang nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran Islam.

Salah satu makna Idulfitri yang sejati adalah tentang kesabaran dan keteguhan hati. Selama bulan Ramadan, umat Muslim diajarkan untuk menahan diri dari godaan dan mengendalikan hawa nafsu. Hal ini mengajarkan kita untuk bersikap sabar dalam menghadapi cobaan dan tantangan dalam menghadapi hawa nafsu. Selain itu, Idulfitri juga mengajarkan tentang kedermawanan dan kepedulian terhadap sesama. Sebagian dari harta yang kita peroleh selama akan diberikan kepada yang membutuhkan melalui zakat fitrah. Ini mengingatkan kita untuk selalu peduli terhadap orang-orang yang kurang beruntung di sekitar kita.

Tidak cukup sampai di situ, makna literal dari kata Idulfitri pun harus kita pahami dengan benar karena seringkali masih banyak yang keliru. Masih banyak yang mengartikan Idulfitri dengan kembali suci karena dikaitkan dengan ibadah-ibadah yang telah dilakukan ketika Ramadhan atau juga karena salah mengartikan kata Fitri. Padahal, kata Idulfitri berasal dari dua kata dalam bahasa Arab yaitu ‘id عَادَ – يَعُوْدُ yang berarti kembali dan kata fithr فَطَرَ – يَفْطِرُ yang berarti makan pagi atau sarapan. Maka dari itu, jika kita gabungkan kedua kata tersebut maka maknanya adalah kembali makan pagi. Perhatikan juga ketika kita berdoa untuk berbuka puasa:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ أُمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت ُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

Ya Allah, untukMU lah aku berpuasa, kepadaMu lah aku beriman dan atas rizkiMu lah aku makan dengan rahatMu wahai dzat yang paling menyayangi di antara para penyayang.

Kata afthartu di situ juga seakar dengan kata fithr dalam kata Idulfitri yang juga memiliki makna yang sama, yaitu makan atau berbuka. Dari situlah setelah berpuasa sampai paling akhir ketika tenggelam matahari pada hari raya Idulfitri kita diwajibkan untuk membayar zakat fitrah kepada delapan golongan yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, budak, orang yang terlilit hutang, orang yang berjihad di jalan Allah, dan anak jalanan, agar yang bisa menikmati makan tidak hanya orang yang kaya saja.

Idulfitri, sebagai momen penting dalam agama Islam, tidak hanya menjadi waktu untuk merayakan kemenangan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, tetapi juga merupakan waktu yang sangat berharga untuk mempererat hubungan sosial antara sesama manusia. Dalam suasana Idulfitri, makna silaturrahmi atau menjalin hubungan baik dengan orang lain menjadi lebih ditekankan. Ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi memiliki makna mendalam yang tercermin dalam nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari diceritakan bahwa Rasulullah Saw ditanya oleh seorang lelaki tentang amalan apa yang akan membawanya masuk syurga:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ فَقَالَ الْقَوْمُ مَا لَهُ مَا لَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَبٌ مَا لَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ ذَرْهَا

Sesungguhnya seorang pria bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulallah, beritahu saya tentang amal yang akan membawa saya masuk surga." Rasulullah menjawab, "Beribadahlah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya, dirikan shalat, tunaikan zakat, dan jalinlah hubungan kekerabatan.”

Kesimpulannya, dengan memahami makna sejati dari Idulfitri, kita diingatkan untuk selalu merawat nilai-nilai kebaikan, kesabaran, dan kedermawanan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, kita juga menjadi sadar bahwa sesungguhnya selama ini terdapat kesalahpahaman dalam memahami makna literal dari Idulfitri. Mari kita jadikan Idulfitri bukan hanya sebagai momen meriah, tetapi juga sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada Allah, dan merajut tali persaudaraan yang kuat di antara sesama umat Muslim. Semoga makna Idulfitri yang sejati senantiasa menyala dalam hati kita, dan semoga kita selalu diberi kekuatan untuk menjalankan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. Selamat Idulfitri, mohon maaf lahir dan batin. Taqabbalallahu minna wa minkum.

*Artikel yang sama telah diunggah di website baladena.id

No comments

Powered by Blogger.