Kembali ke Akar Tradisi: Memahami Makna Idulfitri yang Sejati
Idulfitri, atau yang juga dikenal sebagai Lebaran,
merupakan momen yang sangat istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Setelah
sebulan penuh berpuasa, umat Muslim merayakan kemenangan atas diri mereka
sendiri melalui Idulfitri. Namun, di balik keramaian dan kegembiraan dalam
merayakan Idulfitri, seringkali makna sejati dari perayaan ini terabaikan. Idulfitri
seharusnya tidak hanya sekedar tentang berdandan indah, bermaaf-maafan, atau
berkumpul bersama keluarga. Lebih dari itu, Idulfitri seharusnya mengajarkan
kita untuk kembali ke akar tradisi, mengenang nilai-nilai luhur yang terkandung
dalam ajaran Islam.
Salah satu makna Idulfitri yang sejati adalah tentang
kesabaran dan keteguhan hati. Selama bulan Ramadan, umat Muslim diajarkan untuk
menahan diri dari godaan dan mengendalikan hawa nafsu. Hal ini mengajarkan kita
untuk bersikap sabar dalam menghadapi cobaan dan tantangan dalam menghadapi
hawa nafsu. Selain itu, Idulfitri juga mengajarkan tentang kedermawanan dan
kepedulian terhadap sesama. Sebagian dari harta yang kita peroleh selama akan diberikan
kepada yang membutuhkan melalui zakat fitrah. Ini mengingatkan kita untuk
selalu peduli terhadap orang-orang yang kurang beruntung di sekitar kita.
Tidak cukup sampai di situ, makna literal dari kata Idulfitri
pun harus kita pahami dengan benar karena seringkali masih banyak yang keliru. Masih
banyak yang mengartikan Idulfitri dengan kembali suci karena dikaitkan dengan
ibadah-ibadah yang telah dilakukan ketika Ramadhan atau juga karena salah mengartikan
kata Fitri. Padahal, kata Idulfitri berasal dari dua kata dalam bahasa Arab
yaitu ‘id عَادَ – يَعُوْدُ yang berarti kembali
dan kata fithr فَطَرَ – يَفْطِرُ yang
berarti makan pagi atau sarapan. Maka dari itu, jika kita gabungkan kedua kata
tersebut maka maknanya adalah kembali makan pagi. Perhatikan juga ketika kita
berdoa untuk berbuka puasa:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ أُمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت ُ
بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Ya Allah, untukMU lah aku
berpuasa, kepadaMu lah aku beriman dan atas rizkiMu lah aku makan dengan
rahatMu wahai dzat yang paling menyayangi di antara para penyayang.
Kata afthartu di situ juga
seakar dengan kata fithr dalam kata Idulfitri yang juga memiliki makna yang sama,
yaitu makan atau berbuka. Dari situlah setelah berpuasa sampai paling akhir
ketika tenggelam matahari pada hari raya Idulfitri kita diwajibkan untuk
membayar zakat fitrah kepada delapan golongan yaitu fakir, miskin, amil,
mualaf, budak, orang yang terlilit hutang, orang yang berjihad di jalan Allah,
dan anak jalanan, agar yang bisa menikmati makan tidak hanya orang yang kaya
saja.
Idulfitri, sebagai momen
penting dalam agama Islam, tidak hanya menjadi waktu untuk merayakan kemenangan
setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, tetapi juga merupakan waktu yang
sangat berharga untuk mempererat hubungan sosial antara sesama manusia. Dalam
suasana Idulfitri, makna silaturrahmi atau menjalin hubungan baik dengan orang
lain menjadi lebih ditekankan. Ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi memiliki
makna mendalam yang tercermin dalam nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari diceritakan bahwa Rasulullah Saw
ditanya oleh seorang lelaki tentang amalan apa yang akan membawanya masuk
syurga:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي
بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ فَقَالَ الْقَوْمُ مَا لَهُ مَا لَهُ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَبٌ مَا لَهُ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ
شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ ذَرْهَا
Sesungguhnya seorang pria
bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulallah, beritahu saya tentang amal
yang akan membawa saya masuk surga." Rasulullah menjawab,
"Beribadahlah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya, dirikan shalat,
tunaikan zakat, dan jalinlah hubungan kekerabatan.”
Kesimpulannya, dengan memahami makna sejati dari Idulfitri,
kita diingatkan untuk selalu merawat nilai-nilai kebaikan, kesabaran, dan
kedermawanan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, kita juga menjadi sadar
bahwa sesungguhnya selama ini terdapat kesalahpahaman dalam memahami makna
literal dari Idulfitri. Mari kita jadikan Idulfitri bukan hanya sebagai momen
meriah, tetapi juga sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri, mendekatkan diri
kepada Allah, dan merajut tali persaudaraan yang kuat di antara sesama umat
Muslim. Semoga makna Idulfitri yang sejati senantiasa menyala dalam hati kita,
dan semoga kita selalu diberi kekuatan untuk menjalankan ajaran Islam dengan
sebaik-baiknya. Selamat Idulfitri, mohon maaf lahir dan batin. Taqabbalallahu
minna wa minkum.
*Artikel yang sama telah diunggah di website baladena.id
Post a Comment