TANTANGAN PERGURUAN TINGGI DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
*Oleh : Ahmad Romadhon Abdillah
Perkembangan zaman akan terus berubah seiring berjalannya waktu.
Tanpa disadari ada banyak perubahan yang dirasakan, mulai dari perkembangan
teknologi yang semakin canggih, didukung dengan adanya akses internet membuat
dunia seakan-akan berada digenggaman tangan. Bagaimana tidak, seseorang dapat
mengakses informasi dengan mudah melihat kejadian dari berbagai belahan negara
hanya dengan menggunakan ponsel pintar.
Adanya internet menjadi tanda bahwa kehidupan
manusia telah memasuki fase revolusi indutri 4.0. artinya akan ada banyak
perubahan terjadi seperti adanya ojek online seperti Gojek, dan Grab menjadi
sebagian perubahan yang dapat dirasakan oleh sebagian kalangan manusia. Selain
itu, era revolusi industri 4.0 merupakan era beralihnya tenaga manual ke
teknologi robot, sehingga diperkirakan teknologi robot akan banyak menggantikan
profesi yang dilakukan manusia.
Tentunya, yang
menjadi perhatian tersendiri mengenai relevansi perguruan tinggi dalam memasuki
era revolusi industri 4.0. mengingat jika melihat dari data Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mencatat sekitar 8,8 % dari
total 7 juta pengangguran di Indonesia adalah sarjana, artinya ada sekitar
630.000 sarjana yang masih belum mendapatkan lapangan pekerjaan. Kondisi
tersebut mengkhawatirkan mengingat persaingan yang begitu ketat dalam
mendapatken pekerjaan dengan hadirnya era revolusi industri 4.0.
Mengingat banyak
orang yang tak perlu menginjak bangku kuliah, namun mampu mempunyai skill yang
dibutuhkan dilapangan dengan cara melihat dan belajar secara otodidak melalui
youtube. Sebutlah Philip Haumes serseorang fotografer otodidak yang memulai
karirnya tahun 2015 dengan hanya belajar melalui youtube hasil potretnya pun
tak kalah dengan fotogrefer professional lainnya. Hal ini menandakan bahwa
skill sangat dibutuhkan di lapangan.
Maka, dari itu
perguruan tinggi perlu menyesuaikan dengan keadaan di era revolusi industri
4.0, bagaimana perguruan tinggi bisa menghasilkan lulusan yang mampu bersaing
secara global, serta mempersiapkan tenaga kerja yang terampil dan berpendidikan
tinggi serta berwawasan global. Sebuah tantangan yang harus dihadapi agar
masyarakat luas tidak menilai bahwa “buat apa kuliah mahal-mahal, nanti setelah
lulus mau kerja apa”. Tentunya, stigma negatif tersebut harus bisa dijawab oleh
perguruan tinggi agar mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan
di perguruan tinggi.
Menurut Menteri
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, bahwa
ada perguruan tinggi perlu adanya perubahan kurikulum, kurikulum perguruan
tinggi harus mengacu pada pembelajaran berbasis teknologi informasi, internet
of things, big data, dan komputerisasi, serta entrepreneurship harus
menjadi kurikulum wajib, sehingga akan menghasilkan lulusan terampil dalam
aspek literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia.
Langkah tersebut
menjadi solusi untuk menjawab tantangan perguruan tinggi dalam menghadapi
perubahan zaman, agar tidak kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap
pendidikan perguruan tinggi. Selain menjadi tugas kampus dalam merubah kurikulum,
mahasiswa pun mempunyai andil yang besar setidaknya untuk bisa memanfaatkan
perkembangan teknologi untuk mengembangkan potensi baik hard skill,
maupun soft skill. sehingga, perguruan tinggi bisa menghasilkan lulusan
yang berkompeten seuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan di masyarakat. Walllahu
Alamu Bi Al-Shawab
*Ketua Umum HMI Komisariat FITK
Post a Comment