Header Ads

Dialog Keterbukaan Puncak Milad HMI, Inilah Pendapat Lima Ketua Umum Ormawa Lingkup Semarang


Semarang, puncak Semarak Milad HMI ke-72 yang dilaksanakan oleh HMI Korkom Walisongo berjalan meriah dan penuh makna. Digelar pada Ahad pagi hingga dzuhur, 17 Februari 2019, agenda tersebut bertajuk “Dialog Keterbukaan; Tantangan HMI di Era Millenial”. Tak tanggung-tanggung, acara ini menghadirkan para Ketua Umum ormawa lingkup Kota Semarang diantaranya; HMI, IMM, KAMMI, GPII, dan GMNI.  Kelima ketua umum tersebut diundang sebagai pemateri.
Pada pembahasan kali ini, titik fokusnya adalah pada tantangan perkaderan organiasi ekstra di era millenial. Seperti yang telah kita ketahui bersama, generasi millenial adalah generasi yang lahir pada tahun 90-an hingga 2000. Generasi ini sangat akrab dengan teknologi dan menyukai sesuatu yang serba instan. Semua narasumber sepakat bahwa millenial tidak terpatok pada usia. Akan tetapi millenial lebih dimaknai secara psikologis, yaitu perilaku dan sikap millenial. Dipandu oleh Tri Adi Nurhadi sebagai moderator, diskusi berjalan dengan seru tetapi tetap khidmat.
Penjelasan tema oleh para Ketum Ormawa
Aulia Hijri Al Faqih, Ketua Umum GPII Kota Semarang dengan mantap dan lancar menyebutkan ayat-ayat di dalam Alquran yang bisa menjadi petunjuk bagi perilaku millenial. Dengan wajah serius tapi santai, ia menodong hadirin dengan pertanyaan menantang.
Faqih, Ketua Umum GPII Semarang
“Sudah patutkah kita disebut sebagai generasi millenial? Apakah pemuda sekarang bisa mengguncang penguasa atau justru menjadi alat penguasa? Apakah kita perlu sumpah pemuda lagi untuk memperbaharui semangat juang?” tanyanya.
Menurutnya, idealisme pemuda harus tetap dijunjung tinggi. Karena masa sekarang idealisme pemuda sangat rawan untuk terbeli oleh berbagai iming-iming. Sudah semestinya pemuda bersifat hanif atau independen, yaitu condong pada kebenaran. Apabila ada sesuatu yang kurang sesuai, pemuda wajib menjadi garda terdepan yang mengkritisi dan menemukan solusi. Ia menambahkan, bahwa aksi tak harus selalu demonstrasi di depan gedung DPR, bisa saja dengan cara yang lebih elegan dan millenialis, seperti menulis di media sosial.
Sementara itu, Dinar Ramadhan, Ketua Umum IMM Cabang Semarang sangat mengapresiasi agenda ini. Ia berharap ini bisa menjadi ajang silaturrahim antarormawa untuk menyatukan visi dalam rangka memajukan Indonesia. Tak lupa, ia pun mengucapkan selamat milad ke-72 untuk HMI. Pendapatnya tentang tantangan era millenial adalah bahwa pola pikir kader harus peka dengan perubahan zaman.
“Jangan sampai usia kita generasi Y tetapi pemikiran menggunakan era generasi X. Kan jadinya tidak relevan,” ucapnya.
Dinar (Jas merah), Ketum IMM Cabang Semarang
Di balik jas merahnya sebagai atribut IMM, ternyata ia mengagumi tokoh-tokoh HMI. Ia banyak membaca buku-buku HMI sebagai referensi. Menurutnya, jangan sampai perbedaan wadah menyebabkan adanya sekat-sekat antarorganisasi dan juga menutup pintu untuk mengulik ilmu dari berbagai referensi. Karena sesungguhnya semuanya berbasis pada satu wadah besar, Islam dan Indonesia.
“Generasi millenial sangat berat jika diarahkan pada budaya literasi. Mereka lebih tertarik untuk membaca bacaan yang bersifat ringan, seperti story di media sosial yang bercaption pendek maupun dalam bentuk meme.” Ungkapnya.
Sementara itu, Hafis Darus, Ketua Umum KAMMI Cabang Semarang berhalangan hadir dan diwakili oleh Budiman. Ia memandang generasi yang memiliki psikologi millenial adalah generasi yang mempumyai wacana masa depan. Ia kagum dengan HMI karena menjunjung tinggi nilai-nilai keterbukaan berpikir.
Budiman, perwakilan KAMMI Cabang Semarang
“Kemarin saya heran mengapa banyak kader saya yang membuat postingan selamat milad untuk HMI. Setelah saya tanya, ternyata mereka pernah mengikuti Latihan Kader I,” pungkasnya dan otomatis memancing gelak tawa audien.
Hardiyansyah, Ketua Umum GMNI Cabang Semarang juga tak kalah semangat untuk menyampaikan pendapat tentang tantangan perkaderan era millenial. Menurutnya, tantangan perkaderan saat ini adalah kurangnya daya peka dalam memahami basic need kader millenial. Maka, harus dilakukan studi literasi dari zaman ke zaman untuk menyesuaikan pola pergerakan yang tepat sasaran.
“Kita harus bisa selalu mengupgrade metode perkaderan, jangan kaku dengan keadaan.” Jelasnya.
Hardiyansyah, Ketum GMNI Cabang Semarang
Tak lupa ia pun mengingatkan supaya mahasiswa tak lupa untuk kembali pada fitrahnya sebagai  akademisi yang juga berkewajiban sungguh-sungguh mengikuti perkuliahan. Dan supaya tidak selalu terlena dengan dunia organisasi dan melunturkan identitasnya sebagai insan akademis.
“Dirgahayu ke-72, HMI. Semoga konsistensi perkaderan dapat melahirkan penerus bangsa yang bisa mewarnai Indonesia pada lini apapun. Maka, kita memerlukan keterlibatan dari semua elemen pergerakan pemuda dan mahasiswa.” Harapnya.
Zulfikar, Ketua Umum HMI Cabang Semarang juga menjelaskan panjang lebar tentang tema yang diusung. Menurutnya, pola gerakan sekarang masih bersifat konvensional. Pantas saja ormawa sudah jarang diminati karena pola gerakan yang digunakan memang sebenarnya cocok untuk generasi ke-3.  Pola gerakan generasi ke-3 dapat menghasilkan tokoh-tokoh hebat karena memang metode yang digunakan sesuai dengan obyek yang dituju. Maka, pola tersebut tak bisa diterapkan untuk generasi ke-4 yang sudah berbeda dunia.
Zulfikar (batik), Ketum HMI Cabang Semarang
Kesalahan generasi sekarang adalah terlalu nyaman dengan nama besar tokoh-tokoh terdahulu. Padahal, basic need generasi terdahulu berbeda dengan generasi sekarang.
“Budaya generasi sekarang adalah one click one information, maka kita harus mampu mengikuti mereka.” Gagasnya.
Foto bersama
Zulfikar berpendapat bahwa tubuh HMI memerlukan adanya "neocandradimuka" yang sesuai untuk generasi Y. Ia menyayangkan, CEO bukalapak.com hanya perlu kekuatan satu baris tagar untuk kemudian diundang oleh presiden. Sementara HMI harus mengumpulkan Ketua Umum dari 250 cabang di seluruh Indonesia untuk bisa berdialektika bersama presiden. Hal ini membuktikan bahwa media memiliki kekuatan super di era digital ini. Pada intinya, ormawa harus peka membaca wacana zaman.
Agenda diakhiri dengan sesi penyerahan sertifikat kepada pemateri dan sesi foto bersama. Semua terasa akrab dalam satu bingkai perjuangan atas nama Indonesia. (rep: Nabil)

No comments

Powered by Blogger.