Header Ads

Valentine’s Day dan Dakwah Budaya Walisongo

Oleh: Shofiya Laila Alghofariyah*
Bulan Februari, tepatnya pada tanggal 14 merupakan hari yang dinanti-nantikan oleh pasangan muda-mudi yang tengah merajut tali kasih asmara, entah sudah halal di mata agama dan negara, maupun yang belum. Pernak-pernik khas yang melambangkan kasih sayang pun mulai diperjualbelikan, mulai dari cokelat, bunga, kotak kado, dan lain-lain. Tak ketinggalan, sejumlah tempat-tempat wisata pun menghiasai sudut-sudut ruangan dengan nuansa merah jambu. “Bahagia dan dunia serasa hanya milik berdua”, setidaknya seperti itulah sedikit gambaran tentang suara hati mereka.
Entah siapa yang memulai, seolah bersifat arbitrer, budaya perayaan valentine tumbuh subur di bumi nusantara. Tradisi yang merupakan produk barat ini begitu popular di kalangan remaja termasuk pelajar menengah. Hingga tak jarang, para guru melangsungkan razia penggeledahan barang-barang di tas para siswa pada hari itu. Alhasil, tidak jarang ditemukan berbatang-batang cokelat manis serta bercarik-carik kertas yang berisi kalimat-kalimat mendayu bak pujangga. Ironi memang, tradisi yang tidak terdeteksi apa manfaatnya dan bagaimana sejarahnya telah menjangkit kaum belia harapan bangsa.
Mencabut tradisi yang sudah mengakar tidaklah mudah. Apalagi dalam ranah negara Indonesia yang warganya terdiri dari berbagai macam agama. Jika salah langkah dalam berdakwah, bisa jadi da’i akan mendapat label pendakwah radikal dan eksklusif. Maka, perlu adanya strategi yang matang untuk mengubah tradisi tersebut. Salah satu tokoh da’i yang patut diperhitungkan keberhasilannya dalam melakukan dakwah adalah walisongo yang menyebarkan Islam di tanah Jawa melalui pendekatan budaya. Dakwah seperti inilah yang layak dicontoh untuk zaman kekinian.
Sunan Kalijaga merupakan salah satu dari wali sembilan yang mempunyai cita-rasa seni yang tinggi. Terbukti beliau dengan kecerdasan artistiknya, berhasil  menciptakan lagu-lagu yang berisi muatan ajaran Islam, salah satunya adalah lagu lir-Ilir. Lagu tersebut berisi pesan supaya manusia melaksanakan lima rukun Islam sebagai bekal kelak di akhirat ketika menghadap Sang Pencipta. Tidak hanya itu, beliau juga merancang pakaian khas untuk masyarakat Islam yaitu baju taqwa. Ide beliau tak hanya berhenti sampai disitu. Sunan Kalijaga mencoba memahami apa hal yang dapat menarik perhatian masyarakat di sekitar kerajaan Demak Bintoro pada saat itu. Dan ternyata jawabannya adalah wayang kulit. Beliau mulai memodifikasi desain wayang kulit menjadi lebih baru karena pada saat itu gambar tokoh-tokoh wayang kulit serupa dengan gambar manusia, hewan dan tumbuhan secara asli. Sedangkan ajaran Islam tidak memperbolehkannya.
Setelah selesai merancang desain tokoh serta cerita baru yang memuat nilai-nilai Islami, Sunan Kalijaga mengundang warga untuk menyaksikan pertunjukan wayang kulit yang lokasinya di masjid. Tiket masuk untuk menonton pertunjukan tersebut adalah dengan membaca dua kalimat syahadat. Maka, secara tidak sengaja, para wali sembilan telah mengislamkan warga Demak Bintoro pada masa itu. Setelah masyarakat tertarik, Sunan Kalijaga mulai memperdengarkan ajaran-ajaran Islam melalui kisah-kisah pewayangan. Secara tidak langsung pula, warga pun mulai memahami apa saja isi ajaran Islam. Inilah yang faktor yang menjadikan Islam mudah masuk di Indonesia, yaitu dikarenakan masuk dengan jalan damai dan tepat strategi.
Satu lagi strategi dakwah yang berhasil merebut hati masyarakat hindu jawa pada masa itu adalah larangan menyembelih sapi bagi warga Kudus. Larangan tersebut diinstruksikan oleh Sunan Kudus sebagai upaya menarik empati kalangan hindu di tanah Kudus. Alhasil, warga Kudus pun ter-Islam-kan secara perlahan. Dan hingga saat ini, budaya haram untuk menyembelih sapi di kota Kudus masih langgeng dipelihara oleh masyarakat Kudus walaupun sudah tidak relevan lagi jika diterapkan untuk era ini.
Terbukti, da’i tidak bisa serta merta menghapuskan tradisi yang sudah lama mengakar di masyarakat jika ingin berhasil dalam berdakwah. Strategi akulturasi budaya sepertinya memang ampuh untuk diterapkan pada bangsa Indonesia. Maka, perlu adanya ide-ide kreatif untuk membungkus valentine’s day sehingga memuat nilai-nilai Islami. Dan dakwah valentine’s day sepertinya cocok dilakukan oleh kaum muda, sesuai dengan mad’u yang merayakan valentine’s day, yaitu kalangan remaja.
Sebagai mahasiswa, pasti sudah hafal di luar kepala apa saja peran yang harus dimainkan. Salah satu peran penting yang relevan dengan permasalahan ini adalah mahasiswa sebagai agent of change dan moral force. Mahasiswa mempunyai peranan penting untuk memulai perubahan di masyarakat. Mereka harus mencontoh Walisongo dalam berdakwah, agar tidak dicap sebagai intoleran dan lain semacamnya. Melalui kegiatan-kegiatan sosial, para aktivis muda kampus dapat mengadakan acara di hari valentine dengan substansi yang lebih bermanfaat. Seperti pemberian santunan untuk anak-anak di panti asuhan, gerakan khataman Alquran pada hari valentine, sosialisasi gerakan anti pacaran, atau bahkan mengadakan pernikahan massal.
Sebagai pemegang peran moral force, mahasiswa berkewajiban menjadi teladan yang baik di masyarakat. Jika belum bisa memberantas secara total, setidaknya janganlah bangga berbuat dosa. Mengunggah foto mesra ke media sosial dengan lawan jenis yang belum menjadi muhrim misalnya. Perbuatan tersebut tidaklah mencerminkan jati diri sebagai kaum muda muslim terpelajar. Maka, sudah seharusnya kita hindari. Karena Alquran telah melarang umat Islam untuk melakukan hal-hal yang mendekati zina.  Dan semua itu untuk kebaikan umat Islam sendiri.
Oleh karena itu, mari kita ubah secara bijaksana tradisi valentine’s day supaya lebih berwarna positif dan menghindarkan kita semua dari laknat Allah dikarenakan dosa berzina. Dan sebagai generasi muslim terpelajar, hendaknya kita semua mengambil strategi dakwah yang tepat untuk masyarakat di era millennial ini seperti apa yang telah dicontohkan oleh wali sembilan. Wa Allahu A’lamu bi Al shawab.

*Ketua Umum HMI Komisariat FITK UIN Walisongo Semarang Periode 2018-2019
Diambil dari: Militan.co

No comments

Powered by Blogger.