LGBT: Pembelah Pancasila
Oleh: Muhammad Khoirul Anam*
Dewasa ini, Indonesia kembali dhebohkan lagi dengan persoalan
yang mulai bergejolak di dunia hiburan. Setelah artis bernama Indra Bekti yang
tersandung oleh kasus pelecehan seksual, kini pedangdut Saiful Jamil yang
mendapatkan giliran kasus tersebut. Bahkan, kini persoalan tersebut tidak hanya
sebagai masalah pribadi masing-masing, namun sudah menjadi persoalan yang mulai
menggejala sebagai persoalan umum bangsa Indonesia. Bagaiamana tidak, persoalan
yang menyeret dua artis Indonesia tersebut merupakan persoalan yang sebenarnya
dialami sebagian besar masyarakat Indonesia.
Lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau yang sedaang
hangat disebut dengan sebutan LGBT ini merupakan problem yang sedang
tersebar di ranah masyarakat seluruh wilayah Indonesia. Hal ini pula yang
sedang memasukkan nama-nama artis Indonesia seperti Saiful Jamil dan Indra
Bekti sebagai gerbang publikasi gerakan LGBT tersebut. Pasalnya, permasalahan
yang sebenarnya sudah tersebar di wilayah Indonesia ini baru terkuak
kehebohannya setelah kasus ini menimpa artis kotraversi tersebut. Bahkan, kasus
yang menyeret dua nama artis tersebut merupakan bagian kecil dari kasus yang
sebenarnya belum terekspos media.
Melihat fenomena yang sangat ironis ini membuat masyarakat mulai
memuntahkan pertanyaan. Apakah hari kiamat sebentar lagi akan terjadi?, apa
yang terjadi dengan Indonesia?, setidaknya pertanyaan tersebutlah yang tumbuh
subur di benak masyarakat. Pasalnya, jika mengingat pelajaran agama, khususnya
Agama Islam menegaskan bahwa salah satu tanda hari kiamat adalah laki-laki
menyerupai perempuan ataupun sebaliknya. Hal ini menandakan bahwa perilaku
lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) merupakan salah satu unsur
tanda-tanda tersebut.
Sisi lain dari pada itu, jika merujuk pada pertanyaan kedua di
atas yang mungkin hampir semua masyarakat Indonesia memendamnya, memang terdapat
perbedaan yang sangat mengejutkan pada bangsa ini. Pasalnya, sejak Indonesia
sepakat menjadikan Pancasila sebagai landasan dasar maupun ideologi, perilaku
LGBT merupakan salah satu penyimpangan dari nilai-nilai yang terdapat dalam
Pancasila, khususnya nilai budaya dan agama. Hal ini dikarenakan, tidak ada
satupun agama di Indonesia yang memperbolehkan perilaku LGBT. Tidak hanya itu,
sudah terbukti juga bahwa tidak ada budaya Indonesia yang mendukung maupun
memperbolehkan perilaku LGBT ada atau bahkan berkembang.
LGBT vs Pancasila
Pancasila merupakan suatu karya hebat yang diciptakan oleh
tokoh-tokoh pejuang Indonesia dengan muatan nilai agama dan budaya di dalamnya.
Artinya, pemimpin-pemimpin negara ini menjadikan muatan agama yang ada di
Indonesia sebagai landasan pembuatan pancasila. Oleh sebab itu, sudah terbukti
bahwa pancasila merupakan pemersatu masyarakat di Indonesia dalam mengambil
keputusan saat menyikapi fenomena maupun persoalan yang ada pada kehidupan
masyarakat Indonesia. Bahkan, Pancasila juga bisa dikatakan sebagai alat
panduan oleh masyarakat Indonesia dalam bersikap atau berinteraksi dengan
orang lain.
Mengetahui hal tersebut, dengan adanya fenomena penyimpangan
terhadap nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila sudah seharusnya ada upaya
untuk mengembalikan kehidupan bangsa Indonesia pada landasan dasar negara ini.
LGBT, sebagai fenomena yang sedang buming dewasa ini sudah seharusnya disikapi
dengan mengacu pada nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Sebab,
Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas masyarakat Indonesia dan
termasuk agama yang menyumbangkan nilai-nilai ajaran pada pembentukan Pancasila
sudah menegaskan bahwa LGBT sudah pernah terjadi pada zaman Nabi Luth dan
sangat dilarang.
Bahkan, di dalam kitab suci Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah
memberikan azab yang sangat dahsyat pada kaum Nabi Luth akibat dari
melampiaskan syahwat/nafsu birahi pada sesama jenis (al-Araf 83-84). Peristiwa
yang menimpa kaum Nabi Luth seharusnya sudah menjadi pelajaran bagi masyarakat
indonesia bahwa perilaku tersebut sangat dilarang. Begitu juga dengan LGBT yang
seharusnya ditindak lanjuti dengan tegas sesuai dengan landasan hukum
yang ada.
Peran Pendidikan Seks
Dengan adanya penyimpangan tersebut, sudah seharusnya pelbagai
upaya dilakukan dengan tegas dan tepat. Seperti halnya yang dilakukan oleh
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
dan Komisi VIII DPR RI dengan memberlakukan peraturan baru yaitu melarang semua
stasiun televisi menayangkan tontonan berbau/berunsur promosi LBGT dalam bentuk
apapun. Namun, upaya yang hanya demikian itu jelas tidak dapat memberantas
virus LGBT secara tuntas.
Hal yang perlu dilakukan adalah mencanangkan pendidikan seks
sejak dini sesuai gender anak masing-masing. Hal ini dikarenakan belum
tegas/jelasnya sangsi yang ada pada undang-undang pernikahan (UU No 1 tahun
1994). Di dalam Undang-undang tersebut hanya menjelaskan bahwa pernikahan yang
sah adalah pernikahan pasangan beda jenis kelamin. Oleh sebab itu, pendidikan seks
sejak dini harus benar-benar dilakukan. Pasalnya, dengan memberikan pendidikan
seks sejak dini pada anak sesuai dengan jenis kelaminnya maka akan memberikan
doktrin sekaligus dasar sikap bahwa laki-laki berpasangan dengan perempuan
maupun sebaliknya.
Tidak hanya itu, pendidikan seks juga bisa diberikan dengan
tujuan memberikan contoh pada anak untuk memiliki prinsip dalam bersikap sampai
ia dewasa. Artinya, dengan adanya pendidikan seks sejak dini memberikan prinsip
bersikap pada anak bahwa ia harus menunjukkan sikap jantan jika ia adalah
seorang laki-laki dan sikap feminin jika ia adalah seorang wanita. Perlu
digaris bawahi bahwa perilaku LGBT bukan merpakan sifat bawaan lahir, namun
perilaku yang terbentuk sewaktu seseorang berproses menuju dewasa. Jika ia
mendapatkan landasan/prinsip bersikap yang jelas dan tepat sejak dini, maka
peluang seseorang akan menyimpang sangat kecil. Wallahu a’lam
bi alshawab.
(Tulisan ini telah dimuat di koran Wawasan semarang)
*Ketua Umum HMI Komisariat FITK UIN Walisongo Semarang Periode 2015-2016
Post a Comment