Islam, Remaja, dan Mereka yang Ingin Menghancurkannya
Sudah sejak zaman dahulu, Islam mampu melahirkan
karya-karya yang cemerlang. Seperti pada masa Dinasti Umayyah. Pada masa
Khalifah Harun ar-Rasyid, buku-buku ilmu pengetahuan yang berbahasa Yunani,
terutama karya Plato dan Aristoteles (tentang filsafat) diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab. Dan, hal ini meningkat pada masa Khalifah al-Ma’mun.
Tidak ketinggalan pula, pada masa Dinasti Abbasiyah,
Islam mengalami perkembangan ilmu pengetahuan begitu pesat. Misalnya saja, Ibnu
Sina atau lebih terkenal dengan sebutan Avicenna. Ia adalah ilmuan
pada masa Dinasti Abbasiyah yang mengarang buku Al-Qonun Fith-Thibb (dasar-dasar
ilmu kedokteran). Kemudian karangan Ibu Sina tersebut diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa. Seperti yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan
judul Canon of Medicine.
Namun, semua itu direbut oleh kelompok jahat. Mereka
merebut karya-karya cendekiawan muslim. Mengganti dengan bahasa mereka, dan
melenyapkan kitab asli yang dikarang cendekiawan muslim. Dan, yang lebih parah
lagi mereka membakar buku asli hasil karya cendekiawan muslim.
Dalam dunia robot, Leonardo da Vinci, bangsa Barat
menyebutnya sebagai orang yang pertama kali merintis robot. Ia hanya membuat
konsep pada selembar kertas pada 1478 M. Padahal, 2 abad sebelumnya, Ibnu
Ismail Al Jazari sudah menemukan konsep robotika yang memanfaatkan mekanisme
hidrolik. Al Jazari juga pernah membuat robot nyata yang bermain musik
menghibur tamu-tamu kesultanan Turki.
Baca Juga: Mengokohkan Ukhuwah Islamiyah
Ibnu Firnas pada 875 M pernah mencoba terbang dengan
alat yang menyerupai sayap burung di Menara Mezquita, Cordoba. Sayangnya
percobaan ini gagal. Tidak cukup di situ saja, Ibnu Firnas kemudian
memperbaikinya dan akhirnya Ia bia terbang selama 10 menit walaupun dengan
risiko cidera tulang punggung. Namun, penemu teknologi pesawat terbang yang
dikenal oleh khalayak umum adalah Wright Orville dan Wright
Wilbur yang berhasil terbang pada 17 Desember 1903 dengan pesawat
terbang buatan mereka.
Para musuh Islam, sebut saja begitu. Mereka ingin
menghancurkan Islam. Bukan dengan bom, maupun meriam. Namun cara mereka
menghancurkan Islam adalah dengan menghancurkan pemudanya dulu. Jika para
pemuda Islam berhasil mereka luluhkan, baru Islam akan lemah secara perlahan.
William Ewart Gladstone (1809-1898), mantan Perdana
Mentri Inggris mengatakan: “Percuma kita memerangi umat Islam, dan tidak
akan mampu menguasainya selama di dalam dada pemuda-pemuda Islam bertengger
Al-Quran. Tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Quran dari hati mereka, baru
kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih
menghancurkan umat Muhammad daripada seribu meriam. Oleh karena itu,
tanamkanlah ke dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi (hedonisme) dan seks.”
Bangsa Barat telah menemukan strategi untuk menghancurkan umat Islam. Namun,
apakah umat Islam mampu mempertahankan atau malah berhasil dilenyapkan?
Baca Juga: Revitalisasi Islam Kultural di
Indonesia
Tidak jarang para remaja sekarang terlena oleh hal-hal
yang dibuat bangsa barat untuk menghancurkan dirinya, bahkan saudara seimannya.
Bangsa Barat membuat budaya fandom (budaya yang terlalu fanatik mengidolakan
sesuatu). Budaya tersebut seakan-akan mengajak umat Islam untuk menyembah Tuhan
umat Islam. Mereka tahu bahwa umat Islam tidak akan mau untuk menyembah selain
Tuhan mereka. Oleh karena itu, bangsa Barat membuat hal yang serupa dengan
berhala. Seperti halnya mereka meluncurkan idola-idola seperti atlet, penyanyi,
musik, dan lain sebagainya. Sehingga para remaja mengidolakannya.
Mereka terlena oleh tiupan-tipuan yang dibuat Bangsa
Barat. Seperti halnya para remaja yang rela mengumpulkan poster-poster,
searching riwayat hidup seseorang yang mereka suka, mulai dari nol hingga
sukses berkarya. Hal-hal yang demikian itu hanya membuang-buang waktu, uang,
dan juga pikiran. Padahal yang harus mereka sukai adalah Nabi Muhammad. Yang
bertugas untuk menyempurnakan perangai umat.
Lantas, apakah kita sebagai pemuda Islam diam saja
tanpa bereaksi apa-apa? Apakah kita rela apabila agama kita dilemahkan, atau
lebih keras lagi dilenyapkan? Sebagai remaja yang cinta dengan agamanya, mereka
tentu tidak akan membiarkan begitu saja kondisi agamanya terancam oleh pihak
luar. Mereka akan berusaha membenahi apa yang menjadi penyebab para remaja
terpengaruh dengan permainan Budaya Barat begitu saja.
Seharusnya para remaja berpegang teguh pada kitab suci
agamanya yang menjadi dasar-dasar kehidupan. Berpegangan dengan teguh agar
tidak tergoyahkan. Mempelajari dengan sungguh-sungguh agar bisa mengajarkan
isinya kepada masyarakat sekitar. Wallahu A’lamu bi Al-Shawwab.
Oleh: Fina Syifaurrahmah, Penerima Beasiswa Monash Institute Semarang
Post a Comment