Header Ads

Internalisasi Filosofi Mudik Idul Fitri

Oleh : Shofiya Laila Alghofariyah*
Idul Fitri menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh umat Islam. Setelah selama satu bulan menjalankan ibadah puasa dan rangkaian amalan-amalan lainnya, tentu akan terbayar dengan hangatnya kebersamaan dalam bingkai silaturrahim atau halal bi halal. Dalam hal ini, Indonesia memiliki tradisi unik yang tidak dimiliki oleh negara-negara lain, yaitu mudik.
Secara etimologi, ‘mudik’ merupakan bentuk kata kerja dari kata ‘udik’ yang artinya desa. Namun, oleh banyak masyarakat Jawa, kata ‘mudik’ juga diidentikkan dengan singkatan dari kata ‘mulih dilik’ yang memiliki makna pulang sebentar. Jadi, secara umum, mudik diartikan sebagai kegiatan kembali sejenak ke kampung halaman saat musim lebaran.
Konon, tradisi mudik sendiri sebenarnya sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Saat itu, orang-orang pulang ke kampung halamannya untuk membersihkan makam para leluhurnya setelah ditinggal lama di perantauan. Sambil membersihkan makam leluhur, mereka biasanya berdoa agar diberikan keselamatan dunia akhirat, Jadi, zaman dahulu, istilah ‘mudik’ sama sekali tidak berkaitan langsung dengan perayaan lebaran.
Seiring dengan berjalannya waktu, istilah ‘mudik lebaran’ mulai berkembang dan menjadi tradisi banyak masyarakat hingga sekarang. Seperti yang terjadi saat ini, mudik dimaknai sebagai kembalinya perantau dari tempatnya bekerja di luar kota ke kampung halaman ia berasal. Namun, sepertinya akan sia-sia jika energi yang kita relakan untuk mudik hanya dimaknai sebatas memenuhi kerinduan akan suasana kampung halaman. Padahal, jika kita mau menyelemi  filosofi mudik, ia memiliki hikmah yang tak kalah penting dari makna generalnya.
Mudik, memberikan pelajaran hidup bahwa kita sebenarnya hanya tinggal sementara di dunia dan pasti akan kembali ke alam yang kekal, yaitu akhirat. Mudik mengajarkan kita menyadari dari mana kita berasal dan akan ke mana kita kembali. Jadi, mudik secara tidak langsung bisa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Mudik boleh dikatakan sebagai pemahaman dari konsep innalillahi wainna ilaihi rajiiun, bahwa yang dimiliki akan kembali pada sang pemilik.
Makna mudik yang sangat penting lagi adalah, sejauh-jauh manusia bepergian, setinggi-tinggi manusia mendaki pada akhirnya dia pasti akan kembali ke asalnya sebagai makhluk yang tunduk dan patuh kepada Allah. Dalam surat Al-A’raf ayat 172 telah dikisahkan bahwa manusia telah melakukan perjanjian primordial dengan penciptanya. Tetapi, setelah lahir ke dunia, manusia seringkali melenceng dari perjanjian tersebut dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari aturan Islam serta lupa akan tujuan penciptaannya di bumi yaitu sebagai khalifah fi al ardh dengan kewajiban semata-mata untuk mengabdi kepada-Nya Maka, sudah menjadi keharusan bahwa manusia akan kembali ke fitrahnya sebagai makhluk bertuhan dengan cara melakukan konsekuensi logisnya yaitu bertkwa kepada Allah.
Makna penting yang kedua adalah berkumpulnya seluruh sanak keluarga dari manapun datangnya dan dari berbagai latar belakang apapun dirinya menggambarkan bahwa kelak semua ummat manusia pasti akan dikumpulkan oleh Allah SWT di padang Mahsyar. Karena sesungguhnya ummat manusia adalah satu keluarga yakni Bani Adam AS.
Silaturrahim yang menjadi tujuan dari mudik sesungguhnya mempunyai makna yang sangat dalam. Amalan ahli surga kelak di akhirat hanyalah saling berkunjung hanya karena Allah SWT. Maka kebiasaan suka bersilaturrahim di dunia yang niatnya hanya karena Allah SWT saja akan menjadi sebab seseorang akan menjadi penduduk surga di akhirat kelak.
Selain itu, bermaaf-maafan pada saat bersilaturrahim mudik tersebut adalah amalan calon ahli surga. Suatu ketika, Rasulullaah SAW memberitahukan kepada para sahabat mengenai seseorang yang dijamin akan masuk surga. Ternyata amalannya adalah sifat suka memaafkan orang lain yang telah berbuat dzalim kepada dirinya sebelum orang itu meminta maaf terlebih dahulu. Itulah filosofi mudik yang menjadi tradisi di negara kita yang patut dilestarikan dan terutama difahami agar tidak sampai bergeser kepada pemahaman lain sebagaimana sekedar pamer harta, pamer kedudukan, dan berbangga terhadap perkumpulan bani ini dan bani itu.
Suatu saat nanti umat manusia semuanya pasti akan mudik besar-besaran di alam mahsyar. Sebelum hari itu datang menjemput, mari bersihkan hati dari segala macam penyakit hati berupa iri dengki, dendam, ‘ujub, dan lain sebagainya. Gantilah sifat kasih sayang serta saling memaafkan baik diminta ataupun tidak agar kita semua termasuk hamba hamba Allah SWT yang akan mendapat Rahmat-Nya serta akan dimasukkan kedalam syurga Nya. Aamin. Wallahu A’lamu bi al shawab.
Diambil dari: Militan.co

No comments

Powered by Blogger.