HMI Komisariat Tarbiyah Gelar Diskusi Kurikulum 2013
SEMARANG, Islamcendekia.com – Pengurus bidang Perguruan
Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan (PTKP) Himpunan Mahasiswa Islam
Komisariat
Tarbiyah Walisongo Semarang menggelar diskusi lesehan bertajuk “Dekonstruksi Kurikulum 2013 terhadap Pembelajaran Siswa”.
Tarbiyah Walisongo Semarang menggelar diskusi lesehan bertajuk “Dekonstruksi Kurikulum 2013 terhadap Pembelajaran Siswa”.
Dalam diskusi yang dihadiri puluhan mahasiswa
tersebut, hadir Hamidulloh Ibda, Direktur Utama Forum Muda Cendekia (Formaci)
Jawa Tengah dan Dian Marta Wijayanti, Guru Pendamping Kurikulum 2013 Dinas
Pendidikan Kota Semarang sebagai pemateri.
Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Tarbiyah gelar
diskusi Kurikulum 2013 karena kurikulum itu dinilai masih banyak
kesalahan. “Kami menggelar diskusi ini dengan harapan ada perubahan dari
kurikulum 2013 yang harus dikritisi dulu,” tutur Vera Abdillah pengurus
HMI Komisariat Tarbiyah Walisongo Semarang, Selasa (28/10/2014).
Hamidulloh Ibda, secara tegas mengatakan kurikulum
2013 memang baru secara kebijakan. “Namun tidak ada yang baru secara
substansi. Mengapa? Seperti contoh, pendekatan saintifik itu sudah
diterapkan para ahli pendidikan sejak tahun 1975. Lalu letak barunya di
mana? Kan sudah lama,” tuturnya.
Tahun 1975, menurut beberapa profesor yang mengajar
saya, kata Ibda, tahun itu Indonesia sudah menerapkan substansi pendekatan
saintifik yang meniru pola dari IKIP Siracusa Italia. “Pendekatan ilmiah
dengan scientific approach seperti mengamati, menanya, menalar, mencoba
dalam pembelajaran K13 itu kan sudah diterapkan zaman dulu,” papar
Ibda.
Jadi, kata Ibda, tidak substansi dan hal
baru dalam K13 itu. Maka dari itu, katanya, kita harus mengawal kurikulum
ini dengan melakukan apa saja yang kita bisa. “Tidak hanya mengritisi,
dalam pembelajaran guru harus meluruskan kesalahan di buku siswa maupun buku
guru,” ujar pemuda kelahiran Pati itu.
Kekacauan juga dikritik Dian Marta
Wijayanti. Menurutnya, meskipun tahun ini sudah 2014, namun kurikulum 2013
belum siap dalam segala hal. “Yang tidak siap tidak hanya guru, buku,
namun juga pemerintahnya,” ujar lulusan terbaik PGSD Unnes itu.
Apalagi, kata Dian, kementerian yang baru justru
dibedah menjadi dua. “Meskipun banyak problem, namun intinya ada di
guru. Apa pun kementerian dan kurikulumnya, jika guru cerdas dan kritis, tentu
tidak salah arah dalam menjalankan tugasnya,” papar guru yang didaulat menjadi
guru pendamping K13 oleh dinas endidikan kota Semarang itu.
Kesalahan juga terjadi pada struktur
kurikulumnya, kata Dian, seperti contoh antara standar isi dan Kompetensi
Dasar (KD) di buku dan materi tidak nyambung. “Ini kan masalah serius,
terkesan kurikulum 2013 ini berbasis proyek dan dikerjakan sembarang
orang. Padahal biayanya triliunan,” jelas Dian. (IC/NM)
Post a Comment