Akar Tawuran
Oleh Nur Faidatun Naimah
Mahasiswi Tadris Bahasa Inggris IAIN Walisongo; Peserta Program Tahfizh Alquran
di Monash Institute Semarang dan Penerima Beasiswa Unggulan
Beberapa hari
belakangan media telah digegerkan kembali oleh aksi tawuran para pelajar.
Sungguh tawuran sangat ironis mengingat Indonesia dikenal sebagai negara yang
mampu menjaga kerukunan dan menjunjung tinggi toleransi.
Tawuran bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan
masalah.Tawuran hanya akan memperkeruh keadaan dan memberikan banyak kerugian
bagi diri sendiri dan orang lain.Tawuran juga bisa mendatangkan anggapan
negatif masyarakat terhadap individu-individu yang terlibat dalam tawuran.
Setidaknya para pelajar pelaku tawuran, secara tidak langsung, telah cacat
moral dimata masyarakat.
Perumusan akar penyebab tawuran pelajar tidaklah
sesederhana sebagaimana anggapan yang berkembang di tengah masyarakat.
Sebaliknya, sangat kompleks, terlebih di kota-kota besar, semisal Jakarta,
Surabaya, dan Medan.Faktor sosiologis, budaya, psikologis, dan kurikulum
pendidikan yang padat, turut menjadi penyebab utamanya. Pelajar adalah para
remaja yang menggebu-gebu dan belum mampu mengontrol emosi dengan baik.
Ketika dihadapkan pada sebuah permasalahan, para
pelajar cenderung bertindak serbainstan dan tanpa pertimbangan matang.Dan
tawuran seolah selalu menjadi solusi konkret dari setiap permasalahan yang
dihadapi oleh para pelajar.Tidak jarang tawuran juga dijadikan sebagai wahana
untuk menunjukkan eksistensi dan loyalitas pada kelompok atau geng. Anggapan
bahwa tawuran adalah hal yang wajar dilakukan oleh para pelajar merupakan salah
satu indikatornya.
Salah seorang anggota Komisi X DPR, Zulfadhli,
menilai tawuran antarpelajar lebih disebabkan oleh sistem pendidikan yang tidak
tepat yang diterapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ia juga
menambahkan bahwa seharusnya sistem pendidikan tidak hanya menekankan pada
aspek kognitif dengan mengejar nilai ujian, tanpa pernah memperhatikan
pembentukan karakter pelajar.
Penanaman nilai-nilai agama dan akhlak sebagai
realisasi dari pendidikan karakter sesungguhnya sangat diperlukan dalam rangka
meminimalisasi terjadinya tawuran antarpelajar. Sebab, pendidikan karakter
mampu membentuk siswa yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga
cerdas secara emosional dan spiritual.Namun, untuk mewujudkan pendidikan
berkarakter juga dibutuhkan guru berkarakter.
Terjadinya tawuran pelajar sesungguhnya merupakan
cerminan dari semakin minimnya sosok panutan yang bisa menjadi teladan
masyarakat, khususnya generasi muda di Tanah Air. Derasnya arus globalisasi dan
kurangnya penanaman nilainilai agama dalam keluarga juga turut menjadi
penyebabnya.
Sesungguhnya penanaman nilai-nilai agama dan akhlak
tidak hanya menjadi peranan orang tua dalam keluarga.Namun akan lebih kokoh dan
terpatri dalam diri para pelajar, jika didukung oleh pembelajaran di
sekolah.Wallahu a’lam. (Sumber: Seputar Indonesia, 4 Oktober 2012).
Diambil dari: suaraguru.wordpress.com
Post a Comment